Minggu, 21 Februari 2010

Jeda, Lafal, dan Intonasi

Jeda, Lafal, dan Intonasi

Jeda yang tepat, lafal yang benar, dan intonasi yang baik akan berpengaruh terhadap maksud yang hendak disampaikan, demikian juga sebaliknya.

a. Jeda : perhentian sementara dalam pembacaan teks

b. Lafal : ketepatan pengucapan

c. Intonasi : naik turunnya nada.



Contoh:

a. Jeda

Bandingkan makna yang muncul dengan penkamu jeda di bawah ini!

a. Diperkirakan/ ratusan ribu pengojek/ beroperasi setiap harinya /di lima wilayah Jakarta. //

b. Diperkirakan ratusan/ ribu pengojek/ beroperasi/ setiap harinya di lima /wilayah Jakarta.//

c. Diperkirakan/ ratusan ribu/ pengojek beroperasi/ setiap harinya di lima wilayah Jakarta. //

b. Lafal

Bandingkan makna yang muncul dengan pelafalan dua kata di bawah ini!

�� syarat dan sarat

�� izin dan ijin

�� beruang kutub, tidak beruang dan beruang cukup besar

�� sah dan syah

d. Intonasi

Bandingkan makna yang muncul dengan penekanan ucapan dan turun naiknya nada pengucapan pada kalimat di bawah ini!

Intonasi kalimat tanya

�� Polisi telah menangkap pelaku kejahatan.

�� Polisi telah menangkap pelaku kejahatan?

Intonasi kalimat berita

�� Polisi telah menangkap pelaku kejahatan.

�� Polisi telah menangkap pelaku kejahatan.

Intonasi kalimat perintah

�� Polisi telah menangkap pelaku kejahatan.

�� Polisi telah menangkap pelaku kejahatan!


Berteman dengan Gorila-gorila Pegunungan

Oleh: Dian Fossey


Selama tiga tahun terakhir ini, aku menghabiskan sebagian besar hari-hariku bersama gorila-gorila liar pegunungan. Rumah mereka dan rumahku berada di lembah-lembah hutan berkabut di

barisan Virunga, delapan gunung berapi yang tinggi, yang tertinggi adalah 14.787 kaki yang imiliki oleh tiga bangsa Afrika: Rwkamu, Ugkamu, dan Republik Demokrasi Kongo.

Selama ini, aku berteman akrab dengan banyak gorila begitu juga sebaliknya. Mereka menyusuri lembah-lembah pegunungan, bermain secara berkelompok, dan beberapa kelompok kini menerima kehadiranku sebagai salah satu anggota. Seekor gorila bahkan berani bermain-main dengan tali sepatu botku. Aku mengenal gorila-gorila itu sebagai pribadi-pribadi, dengan sifat dan kepribadiannya.

Aku telah memberi nama untuk mereka: Rafiki, Paman Bert, Icarus, dan sebagainya. Keakraban ini tidak mudah diperoleh. Petunjuk yang ada dalam diktat untuk studi-studi semacam itu adalah duduk dan mengamati saja. Aku tak puas dengan pendekatan ini. Aku merasa bahwa gorila-gorila itu akan curiga terhadap objek-objek asing yang hanya duduk dan memkamung. Oleh karena itu, aku berupaya untuk mendapatkan perasaan percaya dan rasa ingin tahu mereka dengan cara beraksi seperti seekor gorila.

Gorila-gorila itu menanggapinya dengan senang hati, walaupun kuakui, metode ini tidak selalu menyenangkan. Orang akan merasa tolol dengan memukul-mukul dada secara ritmis, atau duduk sambil berpura-pura mengunyah batang daun seledri.

Gorila adalah jenis monyet terbesar. Gorila jantan dewasa memiliki tinggi enam kaki dan berat 200 kilogram atau lebih. Lengannya yang besar dapat direntangkan hingga dua setengah meter. Barisan pegunungan tempat tinggal gorila terbatas pada daerah rimbun hutan basah di Afrika Tengah. Di sana hanya tersisa sekitar ribuan gorila dengan kelestarian yang mengkhawatirkan. Sebagian wilayah yang mereka diami telah disisihkan sebagai taman, dan secara teoritis, gorila sangat dilindungi. Namun sesungguhnya, mereka terus didesak ke wilayah yang semakin sempit, terutama oleh tuan-tuan tanah dan peternak Batutsi. Kalau tidak ada upaya yang lebih terencana dan terkondisi untuk menyelamatkan gorila pegunungan, maka eksistensinya akan hancur dalam dua atau tiga dekade mendatang.

Salah satu langkah dasar untuk menyelamatkan spesies yang terancam adalah dengan mengetahui lebih banyak spesies tersebut, makanannya, pasangannya dan proses reproduksinya, pola tempat tinggalnya, dan perilaku sosialnya. Aku telah membaca penelitian Jane Goodal tentang simpanse, dan aku mengunjungi kemahnya di Gombe National Park Tanzania. Tahun 1967, dengan bantuan Dr. Louis Leakey dan dana dari National Geographic Society dan Yayasan Wilkie Brothers, aku memulai penelitian tentang gorila.

Penelitian ini bukannya tanpa gangguan. Salah satunya cukup serius. Aku memulai pekerjaanku di Kongo, di lembah Gunung Mikeno. Baru enam bulan mengamati, aku dipaksa pergi meninggalkan negara itu karena kerusuhan politik di Provinsi Kivo. Ini merupakan kemunduran yang substansial karena gorila-gorila di sana bergerak dalam sistem taman yang sangat terlindung tanpa ancaman terus-menerus dari ulah manusia. Dengan demikian, mereka tidak merasa terganggu dengan kehadiranku, dan pengamatan itu sangat bermanfaat.

Setelah meninggalkan Kongo, aku memulainya lagi, kali ini di Rwkamu. Kemah baruku terletak dekat padang rumput yang luas yang membentuk daerah pelana yang menghubungkan Gunung Karisimba, Mikeno, dan Visoke. Walaupun kemah lamaku hanya berjarak lima mil, aku mendapatkan bahwa gorila-gorila Rwkamu telah merasa sangat terganggu oleh tuan-tuan tanah dan penggembala ternak sehingga mereka menolak segala upaya pertamaku untuk mendekat. Di Rwkamulah gangguan kedua datang setelah sembilan belas bulan aku bekerja di sana. Namun, tak seperti yang pertama, hal ini terbukti sangat berarti bagi penelitianku. Awalnya, masih segar dalam ingatanku pada suatu pagi yang berkabut di bulan Februari, aku berjalan menelusuri tanah berlumpur yang sangat licin yang merupakan jalan utama antara desa Rwkamu yang terdekat dan kemah penelitian gorilaku, di ketinggian 3.000 meter di Gunung Visoke.

Walaupun kemah lamaku hanya berjarak lima mil, aku mendapatkan bahwa gorila-gorila Rwkamu telah merasa sangat terganggu oleh tuan-tuan tanah dan penggembala ternak sehingga mereka menolak segala upaya pertamaku untuk mendekat. Di Rwkamulah gangguan kedua datang setelah sembilan belas bulan aku bekerja di sana. Namun, tak seperti yang pertama, hal ini terbukti sangat berarti bagi penelitianku.

Awalnya, masih segar dalam ingatanku pada suatu pagi yang berkabut di bulan Februari, aku berjalan menelusuri tanah berlumpur yang sangat licin yang merupakan jalan utama antara desa Rwkamu yang terdekat dan kemah penelitian gorilaku, di ketinggian 3.000 meter di Gunung Visoke. Di belakangku, pengangkut barang-barang membawa sebuah kotak bayi, bagian atasnya tertutup. Dari kotak tersebut terdengar tangis yang semakin lama semakin keras dan memilukan pada setiap langkah kami. Suaranya sangat memilukan seperti tangis bayi manusia.

Kabut yang dingin bersemilir keluar masuk pohon-pohon besar; namun wajah-wajah para pengangkut barang dibasahi keringat setelah empat jam melakukan pendakian berat sejak

meninggalkan Land Rover di dasar gunung. Kemah benar-benar pemkamungan yang enggembirakan, dan tiga orang Afrika yang merupakan stafku segera berlari keluar untuk menyambut kami.

Hari sebelumnya, aku telah mengirim sandi SOS menyuruh mereka mengubah salah satu dari dua pondokku menjadi sebuah hutan. Menghancurkan sebuah kamar dan mendatangkan pohon-pohon, tanaman perdu, dan dedaunan lainnya, bagi mereka tampak tak masuk akal, tetapi mereka sudah terbiasa dengan permintaanku yang aneh. ”Chumba Tayari” mereka memanggil, memberitahukanku bahwa ruangan itu telah siap. Kemudian, dengan berbagai teriakan dan perintah dalam bahasa Kinyarwkamu, bahasa nasional Rwkamu, mereka memasukkan kotak bayi itu melalui pintu pondok dan meletakkannya di tengah pepohonan yang muncul di antara lantai-lantai papan. Kini aku membuka bagian atas kotak itu dan kemudian berdiri mundur. Dua tangan mungil muncul dari dalam kotak meraih tepi-tepi kotak, dan perlahan sang bayi pun mendorong tubuhnya keluar.


Setelah Kamu membaca cerita “Berteman dengan Gorila-gorila Pegunungan”, analisislah unsur intrinsik dan ekstrinsik yang ada dalam cerita!

  1. Tokoh
  2. alur
  3. latar
  4. sudut pkamung
  5. gaya bahasa
  6. suasana
  7. amanat/pesan
  8. kepribadian penulis
  9. pandangan hidup penulis
  10. latar sosial budaya penulis

Tidak ada komentar: