Minggu, 12 Mei 2013

Filsafat dalam Puisi

Filsafat dalam Puisi (S.W. Rochmah, SMANTID,  sariyogayogi.blogspot.com) Sastra dan filsafat berhubungan erat. Keduanya sama-sama bermuara pada pengalaman menghayati kehidupan ini. Perbedaannya terletak pada segi nuansa. Filsafat memaparkan pengalaman penghayatan kehidupan lewat bantuan pertanyaan mengenai kebenaran hakiki pada pertanyaan mengenai siapa manusia, apa artinya hidup ini, ke mana arahnya, bagaimana pandangan si manusia sebagai pelaku sejarah hidup terhadap dunianya. Filsafat memburu kebenaran hakiki, yakni keterangan yang sedalam-dalamnya dari gejala objek material. Singkatnya filsafat adalah hasil pemikiran. Definisi filsafat secara etimologi (Inggris: philosofy, Arab: falsafah)berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno yaitu philein atau philos yang berarti cinta atau sahabat dan sophia atau sophos yang berarti kebijaksanaan. Kedua kata tersebut membentuk istilah philosophia. Dengan demikian, berdasarkan asal usul katanya filsafat berarti cinta kepada kebijaksanaan atau sahabat kebijaksanaan dalam bahasa indonesia identik dengan istilah filsafat, maka bagi orangnya disebut filsuf/filosof. Sedangkan sastra memaparkan penulisan pengalaman itu secara langsung dan konkret. Bahasanya pun diungkapkan secara langsung memaparkan kehidupan yang ada. Bahasa ini amat jelas terkait dengan kegiatan menciptakan karya sastra, salah satunya puisi. Artinya, karena sastra membahasakan pengalaman hidup, maka ciri bahasanya pun lebih merupakan bahasa ujaran, yaitu memaparkan dengan bercerita dan berkisah lewat kata. Sastra sangat dekat dengan kehidupan manusia. Di dalam karya sastra terkandung filsafat. Melalui karya sastra manusia bisa berfilosofi. Sastra mengandung unsur keindahan dan kemuliaan sehingga dapat menimbulkan rasa haru, kagum, puas, atau bahagia bagi orang yang menikmatinya. Karya sastra merupakan ekspresi akal budi manusia, yaitu moral, etika, estetika, dan intelektual. Oleh karena itu sastra dapat memperhalus budi manusia, meningkatkan budi pekerti, serta menyadarkan manusia mengenai suatu kebenaran. Melaluinya kehidupan manusia menjadi lebih indah dan bermakna. Dari zaman dahulu sastra sudah menjadi sarana pengungkapan ekspresi berfilsafat. Sebelum manusia bisa membaca dan menulis, manusia sudah mahir mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan bahasa yang indah, sehingga pendengarnya dapat merasakan dan menikmati keindahan bahasa tersebut. Contoh sastra yang berkembang secara lisan adalah puisi-puisi lama seperti karmina, pantun, talibun, syair dan gurindam. Seiring dengan perkembangan zaman, berkembang pula karya sastra bentuk tertulis. Prasasti-prasasti yang ditemukan seperti prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuwo, Karang brahi, dan Kedu merupakan bukti perkembangan sastra. Primbon, ramalan Jayabaya, kitab-kitab agama Hindu seperti Mahabarata karangan Mpu Wiyasa, Sutasoma karangan Mpu Tantular, dan Ramaya karangan Mpu Walmiki, merupakan jenis karya sastra yang mempunyai filosi sangat tinggi. Ada tiga bentuk karya sastra, yaitu: prosa, puisi, dan drama. Dalam paper ini penulis akan mempaparkan mengenai filsafat dalam puisi. Puisi adalah bentuk karya sastra yang bahasanya padat, singkat, berirama, dengan bunyi yang padu, dan dengan diksi yang indah. Kata-kata yang dipilih memiliki kekuatan pengucapan. Walaupun singkat atau padat, namun berkekuatan. Kata-kata itu mewakili makna yang lebih luas dan lebih banyak. Satu kata dalam puisi bisa mengandung banyak makna. Puisi dibagi menjadi puisi lama dan puisi baru. Pada paper ini, penulis akan membatasasi tema pada puisi baru.